DARI JALAN KAKI NAIK BIS KE KENDARAAN PRIBADI DAN KEMBALI LAGI

    Baru-baru ini sepertinya aku ingin hijrah dari mengendarai motor sendiri ke jalan kaki dan naik angkutan umum seperti angkot, bus trans, ojek online, dsb. Dan mungkin sebagai intro aku ingin menceritakan masa lalu. Ketika SMP aku sudah terbiasa jalan kaki dan naik angkutan umum. Saat itu masih senormalnya orang lain, jalan kaki kurang lebih 2 kilometer dan naik bis setiap berangkat dan ketika pulang sekolah. Ketika pulang sekolah kebiasaan geng-ku sering kali nongkrong di warung soto dekat gereja kadang beli rokok sebatang dua batang. Lalu nunggu bis di pos polisi Krapyak, asiknya lagi waktu bulan puasa, kami sering kali beli minuman dan diminum di ATM belakang pos polisi atau hanya sekadar ngadem karena panas. AC ATM enak banget asli, wkwk, maafin kami dulu pak. Bis langganan paling murah itu bis kuning podang, namun sekarang jarang banget lihat. Bis yang sudah mirip rumah reyot dan saat itu tahun 2012-2013an, ongkos untuk pelajar SMP adalah 500 perak. Kadang juga ada kernet bis yang resek ketika ngetem bilang "Ayo, gopek, gopek, gopek" tapi pas naik ditarikin duit seribu, brengsek batinku. Dan pada level bis yang paling elite adalah keluaran dari DAMRI, dengan seribu rupiah bisa pulang dengan bis AC merupakan suatu kemewahan. 
    Ketika SMP, dimana kebanyakan dari teman-teman seumuran sudah banyak yang bisa mengendarai sepeda motor dan beberapa teman sudah berani membawa motor ke sekolahan. Motor tersebut sering kali diparkir di rumah-rumah warga di dekat sekolahan dengan biaya parkir yang beragam. Saat itu aku belum bisa mengendarai sepeda motor dan baru mulai belajar ketika menjelang kelulusan. Saat itu aku bahkan nekat membawa motor untuk menjemput sang pacar, yang sekarang menjadi mantan tentunya.
    Setelah ujian dan masuk SMA, aku sudah dibelikan motor karena aku lolos masuk ke sekolah yang menjadi keinginanku dan orang tua, dan sebagai reward aku dibelikan motor. Karena motor baru tersebut, kemana-mana aku pakai untuk jalan-jalan bahkan beli es kopi ke warung di depan gang aku pakai motor karena gak tau kenapa pengen aja naik motor, wkwk. Saat itu orang tua punya dua motor, Supra X 125 yang dibeli second dari tetangga sebelah dan Vega ZR yang merupakan motor pertama yang kami beli dalam kondisi baru. Tentunya aku lebih memilih yang baru, hehehe.
    Nah, kebiasaan kemana-mana pakai motor ini kebawa sampai kuliah semester 6. Sebenernya udah mulai idealis-idealis gitu, kritis masalah lingkungan dari mendalami konflik-konflik agraria, hingga tambang batubara yang sempat dijadikan serial film dokumenter. Mulai dari situ aku berpikir kalau ikutan kampanye media sosial tanpa aksi nyata ya sama aja menurutku. Beberapa kali berangkat kuliah jalan kaki dan naik bis trans untuk pertama kali seperti ketika masa SMP, ternyata berat banget astaga. Badan berasa kaku setelah sekian lama dimanjakan sama motor. Dan dapat diprediksi, hal itu gak bertahan lama, cuma beberapa kali saja lalu kembali lagi ke motor kesayangan. Susah memang meninggalkan saat sayang-sayangnya.
    Saat ini aku mencoba memantapkan niatku untuk lebih memilih jalan kaki dan naik bis ketimbang naik motor pribadi. Walaupun kadang masih suka ada yang berkomentar ketika aku menjelaskan alasanku mengambil keputusan ini seperti "sudah pakai motor saja biar cepet", "ah, idealis banget", "ada motor kok gak dipake, percuma beli" dan komentar lainnya. Walaupun aku juga gak mau terlalu idealis, motor tetap aku butuhkan untuk mengantar ibu ke pasar dan kondangan misalnya, karena kata perintah ibu mengalahkan idealisme, huhuhu. Disini aku pengen cerita aja beberapa alasan yang mendorong aku untuk 'hijrah transportasi' tersebut:
 

MASALAH POLUSI

     Tentu saja aku memikirkan hal ini. Aku memikirkan bahwa satu motor setidaknya membutuhkan konsumsi bahan bakar bensin seliter katakan, kalikan dengan jumlah motor yang ada di tiap rumah di gang kalian, kalikan dengan jumlah motor yang ada di RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kota kalian. Itu baru motor, belum mobil. Menurut data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), motor menghasilkan lebih banyak polusi dibandingkan dengan mobil diesel, bensin, bus, truk, atau bajaj sekalipun. Kadang lihat macetnya jalan dengan di dominasi motor pribadi kayak kita mikir tiap knalpot pasti memberikan pengaruh bagi kualitas udara. Setidaknya aku ingin ikut mengurangi mengotori udara aja sih semampuku, hehe. Kadang kepikiran juga kalau ada yang mengcounter argumenku soal asap rokok dan mungkin bisa aku kaitkan dengan polusi asap rokok dengan polusi asap knalpot. hmm, nanti aku pikir dulu.
Menurut data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), motor menghasilkan lebih banyak polusi dibandingkan dengan mobil diesel, bensin, bus, truk, atau bajaj sekalipun.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sepeda Motor Terbukti Penyumbang Polusi Terbesar di Jakarta", Klik untuk baca: https://otomotif.kompas.com/read/2019/08/19/070200715/sepeda-motor-terbukti-penyumbang-polusi-terbesar-di-jakarta.
Penulis : Donny Dwisatryo Priyantoro
Editor : Agung Kurniawan

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Menurut data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), motor menghasilkan lebih banyak polusi dibandingkan dengan mobil diesel, bensin, bus, truk, atau bajaj sekalipun.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sepeda Motor Terbukti Penyumbang Polusi Terbesar di Jakarta", Klik untuk baca: https://otomotif.kompas.com/read/2019/08/19/070200715/sepeda-motor-terbukti-penyumbang-polusi-terbesar-di-jakarta.
Penulis : Donny Dwisatryo Priyantoro
Editor : Agung Kurniawan

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

MENIRU NEGARA MAJU

    Karena aku adalah salah satu penggemar anime dan film-film dari negara yang terkenal dengan bunga sakura-nya, Jepang. Dari situ aku merasakan bahwa 'kok bisa ya negara produsen motor orang-orangnya lebih suka jalan kaki dan naik transportasi umum'. Kadang takjub aja kalau lihat orang Jepang jalan sampe memenuhi jalan raya di perempatan jalan gitu. Juga ketika aku iseng jalan-jalan ke Jepang lewat GMaps, hehe maklum baru bisa lewat virtual, doain aja suatu saat bisa jalan-jalan ke Jepang beneran. 
    Nah disitu jalan untuk kendaraan bermotor kecil banget dibanding pedestiannya. Dan juga lihat-lihat dikompeks perkampungan hingga perumahan gitu yang punya motor dan parkir di depan rumah hampir susah ditemukan, kebanyakan adalah mobil dan sepeda. Takjubnya lagi, mobil gak diparkir di bahu jalan apalagi trotoar bor, rata-rata yang aku lihat mereka punya garasi sendiri jadi jalan gak buat parkir mobil yang malah bikin kelihatan jalan sempit makin sempit, hm gokil asli. Kalau kamu nemu foto yang bertolak belakang dari hal tersebut, mungkin bisa ditunjukkin ke aku, kalo bisa yang di GMaps ya biar bisa jalan-jalan ke Jepang lagi aku, hehehe.

MENGURANGI ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS

     Berdasarkan informasi dari Karo Penmas Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada surat kabar Media Indonesia, Rabu 18 November 2020. Jumlah kecelakaan pada minggu ke-38 sebanyak 1.089 kejadian. Sebanyak 201 orang meninggal dunia, 142 orang luka berat dan 1.313 orang luka ringan. 
    Sedangkan jumlah kecelakaan pada minggu ke-39 tercatat sebanyak 1.103 kejadian. Sebanyak 226 orang meninggal dunia, 129 orang luka berat dan 1.280 orang luka ringan. Semoga para korban meninggal dunia husnul khotimah dan ditempatkan di tempat yang baik di sisi-Nya, aamiin. Data tersebut sepertinya dari semua jenis kecelakaan lalu lintas ya, baik kendaraan bermotor, bis, truk, dsb. Nah dari situ aku mencoba untuk lebih berhati-hati ketika mengendarai motor dan lebih memilih jalan kaki atau naik bis yang aku merasa cukup aman meskipun namanya musibah juga tidak ada yang tahu. Karena hampir semua transportasi bisa dikatakan ada risikonya masing-masing. Yang terpenting tetap hati-hati dijalan, jangan lupa berdoa dan konsentrasi.. :)

MALES PEGANG KEMUDI

    Yang ini gak usah dijelasin ya, intinya aku males nyetir aja. Pengen punya supir pribadi tapi belum mampu buat gaji supir pribadi ya jadi jalan kaki aja atau naik bis yang ada pak supirnya, hehe. 

BISA FOTO-FOTO DAN MENIKMATI SPOT YANG OKE KETIKA JALAN

    Ini salah satu manfaat yang oke sih menurutku. Kalo lagi jalan lihat spot baru misalnya warung makan yang lagi promo atau yang punya hobi street photograph, kan banyak tuh yang bisa nyari angel yang bagus tanpa harus pusing mikirin mau parkir motor/mobil dimana. Juga gak perlu ngeluarin uang buat biaya parkir, hehe. Jangan pelit-pelit lah hei, hmm.

LEBIH SEHAT 

     Kalo kaki gak biasa diajak jalan, sekalinya diajak jalan rute deket aja berat banget asli. Jadi ini bisa jadi alternatif olahraga yang murah dan mudah untukku yang jarang olahraga. Biar badan bisa gerak dikit dan gak dimanjain sama tarik ulur gas sama injak rem aja. 
 
    Sekian aja ya ceritaku kali ini, aku cuma mau berbagi unek-unek aja sih, wkwk. Semoga aku lebih bisa konsisten dalam menjalankan hijrah transportasiku ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

dolanan tradisional yang terlupakan

Castle in the Sky (1986) [sebuah review]

Novel Your Name (Kimi no Na Wa) - Shinkai Makoto [LUMINTU REVIEW]